Menghargai Keahlian

Jangan terbuai oleh hasil akhir yang terlihat begitu nikmat, karena terkadang perjalanan panjang dan terjal berliku menjadi orang yang sukses membutuhkan waktu dan pengorbanan yang besar. Hargai keahlian dan upaya mereka yang telah belajar dan berjuang keras untuk mencapai hasil tersebut.

Menghargai Keahlian

Sebuah kapal induk mengalami kerusakan pada baling-balingnya. Tak ada yang mampu memperbaiki.

Kemudian dipanggillah seorang téknisi tua dan berpengalaman untuk memperbaiki. Dia hanya mengamati kapal secara teliti selama 14 menit, kemudian dia mengambil satu palu kecil. Palu kecil itu digetokkan ke bagian tertentu. Maka kapal pun bisa berfungsi normal.

Si teknisi ditanya berapa biaya untuk perbaikan ini. Dia menjawab, "Lima juta rupiah."
"Apa? Lima juta rupiah? Mahal sangat. Padahal anda cuma melihat-lihat dan menggetokkan palu beberapa kali. Tolong jelaskan rincian biayanya!"

"Baik, ini rinciannya," dia menjawab, "Rp 10.000 untuk biaya menggetok palu. Rp 4.990.000 untuk belajar selama 20 tahun sehingga saya tahu di mana harus menggetok dan berapa kuat saya harus menggetok."

Mari hargai keahlian orang lain.
Jangan lihat kerjanya yang hanya 15 menit, tapi lihat bagaimana dia belajar keras selama 20 tahun agar bisa mengerjakan selama 15 menit.

Di dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui orang-orang yang berkata seperti ini, "Kamu saja deh yang mengerjakan. Kamu kan pinter." Atau seperti ini, "Nyumbang duit dong. Kamu kan orang kaya."

Mereka melihat hasil akhirnya, melihat nikmatnya, yaitu pinter atau kaya, tanpa melihat bagaimana perjalanan panjang dan terjal berliku untuk menjadi orang pintar atau menjadi orang kaya. Mungkin saja si orang pintar atau si orang kaya mengorbankan begitu banyak waktu berharganya atau harus mandi keringat ketika orang lain menikmati hidup dengan bersantai atau bermalas-malasan.

Mawan A. Nugroho.