3.1.a.8. Koneksi Antarmateri

Memahami konsep Dilema Etika dan Bujukan Moral sangat penting bagi seorang guru atau pemimpin di sekolah karena hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan guru dalam mengambil keputusan yang tepat dan etis.

3.1.a.8. Koneksi Antarmateri
Gambar buatan AI dengan referensi kota Amalfi, Italia.

Oleh: Mawan Agus Nugroho, S.Kom, M.Kom
CGP Angkatan 7 Kota Tangerang.

"Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best." (Bob Talbert).

Arti dari ungkapan di atas adalah bahwa mengajarkan anak-anak untuk menghitung (to count) adalah hal yang baik, tetapi lebih penting lagi untuk mengajarkan kepada mereka apa yang benar-benar penting dalam hidup (what counts). Ungkapan ini menekankan pentingnya memberikan pendidikan yang lebih holistik kepada anak-anak, yang meliputi nilai-nilai dan etika, bukan hanya keterampilan akademik semata.

“Education is the art of making man ethical.” (Georg Wilhelm Friedrich Hegel).

Arti dari kutipan ini adalah bahwa pendidikan bukan hanya tentang memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang mengajarkan nilai-nilai moral dan etika pada manusia. Melalui pendidikan, seseorang dapat memperoleh pemahaman tentang apa yang benar dan salah, serta bagaimana bertindak dengan cara yang etis dan bertanggung jawab. Dengan demikian, pendidikan dapat membantu menciptakan manusia yang lebih baik secara moral dan etis.

Dan satu lagi, izinkan saya mengutip satu ungkapan yang tidak disebut di modul CGP yaitu "Manners maketh man". Pepatah ini diambil dari film kesukaan saya yang berjudul Kingsman, di mana berarti bahwa sopan santun dan perilaku yang baik membuat seseorang menjadi lebih baik atau lebih berharga. Artinya, seseorang yang memiliki sopan santun dan perilaku yang baik dianggap lebih terhormat dan dihargai oleh orang lain. Kata "maketh" dalam kalimat ini berarti "membuat" atau "menciptakan", sehingga pepatah ini juga dapat diartikan bahwa sopan santun dan perilaku yang baik merupakan faktor penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Di dalam Islam dikenal ungkapan “Adab dulu, baru ilmu.” Bagi saya, dua ungkapan singkat ini sangat berhubungan dengan modul-modul yang telah saya pelajari.

1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Ki Hajar Dewantara menggagas filosofi "Pratap Triloka" yang dikenal dengan semboyan "Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani". Artinya, guru harus memberikan teladan di depan, membangun motivasi di tengah, dan memberikan dukungan di belakang.

Sebagai pendidik, kita harus menyadari bahwa setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Tugas kita sebagai guru adalah menuntun mereka untuk mengembangkan potensi tersebut, memberikan arahan dan dorongan untuk proses belajar yang berkembang. Dalam hal ini, guru memberikan kebebasan pada anak untuk menemukan kemerdekaannya dalam belajar namun tetap memberikan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan menjadi lebih mandiri. Hal ini penting dalam membantu murid dalam pengambilan keputusan yang tepat dan bertanggung jawab.

Sebagai pemimpin dalam pembelajaran, guru harus mampu mengambil keputusan yang bijak dan berpihak pada murid. Untuk mencapai tujuan tersebut, sebaiknya guru menerapkan empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip penyelesaian dilema etika, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dengan menerapkan hal ini, guru dapat membantu murid mengambil keputusan yang tepat dan memberikan arahan yang bermanfaat untuk mengembangkan potensi mereka.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Sebagai pendidik, nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, dan gotong-royong merupakan nilai-nilai yang sangat penting dalam membentuk karakter dan perilaku murid. Sebagai Guru Penggerak, penting untuk memegang nilai-nilai seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid, yang merupakan manifestasi dari penerapan kompetensi sosial dan emosional seperti kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan interaksi sosial dalam proses pengambilan keputusan yang sadar untuk meminimalkan kesalahan dan konsekuensi negatif.

Dalam proses pengambilan keputusan, tiga prinsip dapat digunakan untuk menyelesaikan dilema, yaitu:

  1. berpikir berdasarkan hasil akhir (Ends-Based Thinking),
  2. berpikir berdasarkan aturan (Rule-Based Thinking), dan
  3. berpikir berdasarkan rasa peduli (Care-Based Thinking).

Dengan memegang nilai-nilai ini dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, seorang guru dapat membimbing murid dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab.

3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Sebagai seorang pendidik, penting untuk memiliki kemampuan mengevaluasi keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan apakah keputusan tersebut telah berpihak pada murid, sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal, bermanfaat bagi banyak orang, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendamping atau fasilitator telah membantu dalam proses pembimbingan untuk melatih kemampuan evaluasi tersebut.

Seorang pendidik harus memahami kebutuhan belajar dan kondisi sosial serta emosional dari muridnya. Dalam hal ini, pendidik harus memberikan arahan atau tuntunan kepada murid untuk mengatasi permasalahan belajarnya sendiri. Pendekatan coaching dapat membantu dalam menggali potensi yang dimiliki oleh murid melalui pertanyaan-pertanyaan yang menginspirasi, sehingga murid dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Keterampilan coaching juga membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat dengan memprediksi hasil dan mempertimbangkan berbagai opsi.

Sesi coaching membantu guru untuk memaksimalkan potensi dan memecahkan permasalahan saat menjadi pemimpin pembelajaran. Dalam menghadapi dilema etika, seorang guru dapat mengidentifikasi masalah dengan teknik coaching dan memilih keputusan yang tepat dan berpihak pada murid. Alur TIRTA sangat ideal jika dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang diambil.

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Sebagai seorang pendidik, guru harus mampu memahami kebutuhan belajar dan mengelola kompetensi sosial dan emosional murid dalam proses pembelajaran. Untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan keterampilan sosial emosional seperti kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan keterampilan berhubungan sosial. Dalam pengambilan keputusan, penting untuk bersikap sadar penuh dan mempertimbangkan berbagai pilihan dan konsekuensinya agar kesalahan dapat diminimalkan. Pengambilan keputusan juga memerlukan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan tersebut. Meskipun tidak ada keputusan yang sempurna untuk semua pihak, tujuan utama dari pengambilan keputusan harus selalu berpihak pada kepentingan dan kebaikan murid.

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang pendidik harus dapat membedakan antara dilema etika dan bujukan moral dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi.

Dengan nilai-nilai seperti inovasi, kolaborasi, kemandirian, dan refleksi, seorang pendidik dapat membimbing muridnya untuk mengenali potensi mereka dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah.

Dengan prinsip melakukan tindakan yang menguntungkan orang banyak, menghormati nilai-nilai dan melakukan apa yang kita harapkan orang lain lakukan kepada kita, seorang pendidik dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab dengan mempertimbangkan dan menguji langkah-langkah yang diambil terkait permasalahan yang dihadapi.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, sering kali dihadapkan pada situasi di mana harus mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Namun, terkadang pengambilan keputusan terhambat oleh situasi dilema seperti lingkungan yang tidak mendukung, bertentangan dengan peraturan, atau perspektif yang berbeda dengan orang lain.

Untuk mengambil keputusan yang tepat dan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi murid, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali jenis kasus yang terjadi, apakah itu dilema etika atau bujukan moral.

Jika kasusnya adalah dilema etika, maka sebelum mengambil keputusan, kita harus menganalisis kasus tersebut berdasarkan pada empat paradigma, tiga prinsip, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dengan mengikuti proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan sembilan langkah tersebut, maka keputusan yang diambil diyakini dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terlibat dan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi murid.

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Terdapat kesulitan dalam mengambil keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika yang terjadi di lingkungan saya, antara lain:

  • Sulitnya mengubah paradigma dan budaya yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun;
  • Belum semua warga sekolah memiliki komitmen yang sama dalam menjalankan keputusan Bersama;
  • Kurangnya keterlibatan guru atau warga sekolah lainnya menyebabkan perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus, sehingga sulit mencapai kesepakatan dalam pengambilan keputusan, dan;
  • Adanya kecenderungan untuk berpihak pada pertemanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan, sehingga seringkali timbul rasa kasihan yang lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian, kita tidak memiliki pilihan lain karena harus mengikuti aturan yang ada pada pimpinan atau sekolah.

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengambilan keputusan yang tepat dapat berdampak pada pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita. Jika kita dapat memutuskan keputusan dengan tepat, maka kita akan dapat memberikan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi masing-masing murid. Sebaliknya, jika keputusan yang kita ambil kurang tepat, maka pengajaran yang kita berikan mungkin tidak efektif dan tidak dapat memerdekakan murid-murid kita.

Untuk memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid yang berbeda-beda, pertama-tama kita perlu mengenali dan memahami karakteristik dan kebutuhan masing-masing murid. Setelah itu, kita dapat merencanakan strategi pengajaran yang tepat dan beragam, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan potensi masing-masing murid.

Dalam merencanakan strategi pengajaran yang tepat, kita dapat memperhatikan beberapa faktor, seperti gaya belajar murid, tingkat pemahaman dan kemampuan murid, serta minat dan bakat murid. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, kita dapat menyesuaikan metode dan materi pengajaran yang tepat untuk setiap murid, sehingga dapat memerdekakan potensi murid dalam belajar dan mencapai hasil yang maksimal.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupan dan masa depan murid-muridnya. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran dapat mempengaruhi lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk murid-muridnya.

Misalnya, jika seorang pemimpin pembelajaran mengambil keputusan yang tepat dalam menangani kasus-kasus dilema etika atau bujukan moral yang terjadi di sekolah, maka murid-murid akan belajar dalam lingkungan yang memerdekakan dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang sesuai potensi yang dimilikinya. Dalam lingkungan belajar yang positif, murid-murid akan merasa lebih nyaman dan aman untuk mengeksplorasi potensi dan kreativitas mereka, sehingga dapat memaksimalkan keberhasilan akademis dan sosial.

Selain itu, seorang pemimpin pembelajaran juga harus mempertimbangkan kebutuhan individu dari setiap muridnya. Setiap murid memiliki potensi dan karakter yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda pula. Dalam mengambil keputusan tentang pembelajaran yang tepat untuk murid-murid, seorang pemimpin pembelajaran harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, bakat, minat, dan kebutuhan khusus dari setiap muridnya.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini dan mengambil keputusan yang tepat, seorang pemimpin pembelajaran dapat membantu setiap muridnya mencapai potensi terbaiknya dan membantu mereka meraih kesuksesan di masa depan.

10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Saya menyimpulkan bahwa modul 3.1 "Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin" merupakan bagian tak terpisahkan dari modul-modul pembelajaran sebelumnya, yang bertujuan memerdekakan murid dalam belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan bertujuan untuk menuntut segala potensi dan kodrat anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, baik untuk dirinya sendiri, sekolah, maupun masyarakat.

Seorang pendidik harus mampu memahami kebutuhan belajar muridnya serta mengelola kompetensi sosial dan emosional mereka dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk itu, keterampilan coaching sangat membantu sebagai pemimpin pembelajaran dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan.

Keterampilan coaching tidak hanya membantu murid dalam mencari solusi atas masalah mereka sendiri, tetapi juga dapat diterapkan pada rekan sejawat atau komunitas terkait permasalahan yang dialami dalam proses pembelajaran. Selain itu, diperlukan kompetensi kesadaran diri (self-awareness), pengelolaan diri (self-management), kesadaran sosial (social awareness), dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan. Proses pengambilan keputusan diharapkan dilakukan secara sadar penuh (mindfulness), dengan mempertimbangkan berbagai pilihan dan konsekuensi yang akan terjadi.

11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Dilema etika adalah situasi dimana seseorang harus mengambil suatu keputusan di mana ada nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, namun saling bertentangan. Sedangkan bujukan moral adalah situasi dimana seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah.

Empat paradigma pengambilan keputusan:

  1. Individu lawan kelompok (individual vs community)
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term.

Tiga prinsip pengambilan keputusan:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking). Contoh: Reaktor nuklir.
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking). Contoh: Anak yang disuruh di dalam rumah tapi melihat ayahnya yang terjatuh.
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Contoh: Dua anak yang mencontek dan tidak mau saling mengadukan.

Sembilan Langkah pengambilan dan pengujian keputusan:

  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan;
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini;
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini;
  4. Pengujian benar atau salah:
    a. Uji Legal;
    b. Uji Regulasi/Standar Profesional;
    c. Uji Intuisi;
    d. Uji Publikasi;
    e. Uji Panutan/Idola.
  5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar;
  6. Melakukan Prinsip Resolusi;
  7. Investigasi Opsi Trilema;
  8. Buat Keputusan;
  9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.

Setelah mempelajari modul ini, saya melihat bahwa tidak semua keputusan sulit adalah Dilema Etika. Terkadang hanyalah Bujukan Moral. Bila keputusan sulit itu dianalisa melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, barulah terlihat terang benderang bahwa itu adalah Bujukan Moral.

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Tentu saja pernah. Namun saat itu saya belum mendapat cukup ilmu tentang cara menghadapi dilema moral. Yang saya lakukan adalah mencari alternatif ke-3 yang sedapat mungkin berdampak baik bagi alternatif ke-1 dan alternatif ke-2.

13. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Memahami konsep Dilema Etika dan Bujukan Moral sangat penting bagi seorang guru atau pemimpin di sekolah karena hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan guru dalam mengambil keputusan yang tepat dan etis. Dengan memahami konsep tersebut, saya dapat mengenali dan mengatasi berbagai dilema etika yang mungkin muncul dalam pengambilan keputusan dalam dunia pendidikan. Selain itu, pemahaman tersebut juga dapat membantu saya dalam membangun karakter dan moral murid, serta mengajarkan mereka bagaimana mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab.

14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Sangat penting. Terlebih bila saya menjabat sebagai pemimpin (misalkan: Wali kelas, Ketua Jurusan, atau Kepala Sekolah). Dengan memahami topik pada modul ini, diharapkan saya dapat berpikir lebih sistematis dan dengan demikian saya terhindar memilih keputusan salah ketika berhadapan dengan masalah yang berupa bujukan moral.

Tangerang, 12 April 2023.